Kamis, 30 Mei 2013

keyakinan terhadap nibbana



I.                   Keyakinan Terhadap Nibbana
a.      Pengertian Nibbana dan sifat-sifat Nibbana
Nibbana bukan suatu tempat ataupun semacam surga dimana roh kekal berada. Nibbana adalah suatu keadaan yang bergantung pada diri kita sendiri. Nibbana merupakan suatu pencapaian ( Dhamma ) yang berada dalam jangkauan semua orang. Nibbana merupakan suatu keadaan di atas keduniawian ( lokuttara ) yang dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini juga. Agama Buddha tidak mengajarkan bahwa tujuan akhir ini hanya dapat dicapai dalam kehidupan di alam lain. Di sinilah terletak perbedaan pokok antara konsep Buddhis tentang Nibbana dan konsep non – Buddhis tentang surga kekal yang hanya dapat dicapai setelah kematian atau bersatu dengan Tuhan atau Zat Agung pada kehidupan setelah mati. Apabila Nibbana dicapai dalam kehidupan sekarang ini, sewaktu masih hidup, itu disebut Sa – upadisesa Nibbanadhatu. Bila seorang Arahat wafat, setelah kehancuran tubuhnya, tanpa adanya sisa kehidupan fisik, itu disebut Anupadisesa Nibbanadhatu. Dari sudut pandangan metafisik, Nibbana merupakan kebebasan dari penderitaan. Dari sudut pandangan psikologis, Nibbana adalah penghancuran egoisme. Dari sudut pandangan etika, Nibbana adalah penghancuran keserakahan, kebencian dan kebodohan.[1]
b.      Jalan Untuk mencapai Nibbana (delapan ruas jalan tengah)
Bagaimana caranya untuk mencapai Nibbana ? Dengan melaksanakan Delapan Faktor Jalan Utama , yaitu : Pengertian benar ( samma – ditthi ), Pikiran benar ( samma – sankappa ), Ucapan benar ( samma – vaca ), Perbuatan benar ( samma – kammanta ), Penghidupan benar ( samma – ajiva ), Usaha benar ( samma – vayama ), Perhatian benar ( samma – sati ), Konsentrasi benar ( samma – samadhi ).
Pengertian benar yang merupakan kunci utama agama Buddha, mencakup pengetahuan tentang Empat Kebenaran Mulia . Mengerti dengan benar berarti memahami segala sesuatu sebagaimana adanya, bukan sebagaimana nampaknya. Pada pokoknya ini menyatakan pengertian benar terhadap diri sendiri, karena seperti tertulis di dalam Rohitassa Sutta : “ Empat Kebenaran Mulia tergantung pada tubuh ini yang panjangnya dua depa beserta kesadarannya “. Dalam melaksanakan Delapan Faktor Jalan Utama , Pengertian Benar berada pada permulaan serta pada akhirnya. Tingkat minimal Pengertian Benar amat diperlukan pada permulaan karena hal itu memberi motivasi serta arah yang benar kepada tujuh faktor Jalan Utama lainnya. Pada tingkat akhir pelaksanaan pengertian benar masak menjadi kebijaksanaan pandangan terang sempurna ( vipassana panna ), yang langsung membawa kepada tingkat – tingkat kesucian.Pengertian benar mengakibatkan pemikiran benar . Karena itu, faktor kedua dari jalan utama ini ( Samma – sankkappa ), mempunyai dua tujuan : melenyapkan pikiran – pikiran jahat dan mengembangkan pikiran – pikiran baik.



[1] Wahyono Mulyadi. 2002. Pokok-Pokok Dasar Agama Buddha. Jakarta: Departemen Agama RI Proyek Peningkatan Pendidikan Agama Buddha Di perguruan Tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar