ALIRAN MAHAYANA DAN HINAYANA
Di susun untuk memenuhi
Mata kuliah Budhisme
Dosen Pembimbing : Hj.Siti Nadroh, M.Ag
Di susun oleh :
Agus Rizky Nurhuda
( 1111032100060 )
FAKULTAS USHULUDDIN
PERBANDINGAN AGAMA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
Pendahuluan
Di dalam setiap agama pasti memiliki
berbagai macam teka-teki keagamaan yang di anggap sangat mencolok, sebagai mana
agama adalah pedoman bagi manusia untuk mejalani kehidupan sesuai kodrati
manusia, karena dengan agama manusia akan memiliki pandangan yang tepat untuk
kemana dia hidup dan bagaimana dia hidup
Aliran-aliran di dalam agama atau
juga sering di sebut sekte bagi masing-masing orang adalah sesuatu yang lumrah
karena apa karena agama adalah pandangan dan pandangan tidak selalu sama antara
satu dengan yang lainnya di sini akan sedikit kita bahas mengenai sekte atau
aliran-aliran di dalam agama
Saya akan mecoba memberikan sedikit
informasi tentang alirang di dalam agama Budha yang akan saya angkat dalam
makalah ini adalah tentang aliran HINAYANA DAN HANAYANA untuk lebih jelas kami akan bahas secara
detail mengenai aliran tersebut
PEMBAHASAN
Aliran – Aliran Agama Budha
Dari
awal mulai muncul nya keingin sang budha suci untuk berusaha menyebarkan ajaran
agama budha yang dimana di mulai oleh tokoh yang sangat berpengaruh yaitu Maha
Kassapa di sinilah mulai terbentuklah Sanghayana I yang di mana berkeinginan
untuk agar melestarikan dan mengembangkan ajaran Buddha dengan cara mengulang
kembari kembali ajaran-ajaran Buddha kuno melalui bhikkhu Ananda dan Bhikkhu
Upali yang dimana mengajarkan kembali ajaran Dhamma dan Vinaya.
Dan
seterusnya yang dimana agar melestarikan Dhamma dan Vinaya seperti yang dilakukan
Sanghayana-Sanghayana yang lain. Disinilah Pada Sanghayana ke dua terdapat permasalahan
– permasalahan dimana para bhikkhu dari suku Vajji mengajukan beberapa point inti
peraturan yang satu sama lainya berbeda sekali dengan apa yang telah ada pada
saat itu. Dan dimana Menurut cullavagga hal ini terus dan menerus berlanjut
menjadi konflik di dalam para pemuka agama budha yang akhirnya memuculkan gerakan-gerakan baru di dalam agama budha itu
sendiri seperti gerakan Mahayana yang dimana pada saat itu sangat bersifat
konservatif yang mungkin sekaran bias disebut juga hinayana. Tetapi menurut
Mahavagga sendiri setelah terjadinya perdebatan pada saat itu permasalahan
tersebut sudah selesai dan masing-masing pihak saling menerima
Dan mulai dari sini lah sampai
sekaran gerakan yang sekarang sudah berubah menjadi aliran itu berkembang sesuai
seiring berjalananya massa dan walaupun mereka sendiri itu terpecah atau
terkotak menjadi beberapa golongan mereka tetap memiliki ajaran-ajaran yang
satu sama lainya sama walaupun tidak menyeluruh karena mereka berdua itu
terbentuk dan tercipta dari satu sumber yang sama tetapi mereka sendiri
memiliki perbedaan-perbedaan yang mencolok ini di karenakan mereka sendiri
terbentuk dari prinsip-prinsip yang satu sama lain berbeda adanya
A.
Aliran
Hanayana
Sebelum muncul aliran Mahayana dan Hinayana, agama Buddha
terpecah menjadi dua yaitu golongan Sthawirawada dan golongan
Mahasangghika. yang mana masing-masing meliputi berbagai aliran yang
berdekatan. Pecahnya aliran ini di karenakan adanya perbedaan faham dan
tafsiran antara kedua golongan tersebut, Mahayana merupakan Aliran Buddha yang
memperkenalkan unsur mistik dan kemungkinan semua orang dapat menikmati nirvana
yang utuh dan para Penganut aliran Mahayana mengembangkan sebuah anggapan bahwa
ajaran mereka lebih meluas, superior dan memiliki doktrin yang lebih tinggi
dari pada Hinayan. Doktrin terbaru menempatkan Buddha sebagai pusat dan
pencipta ajaran Buddha dengan pemahaman yang lebih meluas terhadap Buddha, Seorang
raja yang yang terkenal sebagai pelindung Buddha adalah Kaniska( abad
peretengahan tarikh masehi) dari Agama Buddha terpecah menjadi dua yaitu
golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika keluarga
Kusana suku bangsa caka yang memerintah di daerah Punjab. Dibawah pimpinannya
telah dilangsungkanya Muktamar di Jalandara, tetapi yang berkumpul hanyalah
mereka dari golongan Mahasangghika, Perbedaan antara golongan golongan
Sthawirawada dan golongan Mahasangghika yang sudah sedemikian lebar, sehingga
masing-masing telah menempuh jalan sendiri dan mengalami perkembangan sendiri
pula.Dalam abad ke-2 Masehi tampillah Nagarjuna yang berhasil membulatkan
aliran-aliran Mahasangghika, sehingga kini menjadi bentuk baru yang memakai
nama Mahayana sebagai lawan yang tegas dari golongan Sthawirawada yang mereka
sebut Hinayana.
Mahayana terdiri dari dua kata yakni maha (besar) dan
yana (kendaraan), jadi secara etimologis berarti kendaraan besar. Ide maha
merujuk pada tujuan religius seorang buddhis yaitu menjadi Bodhisatva
Samasamboddhi (Buddha sempurna). Mahayana (berasal dari bahasa Sansekerta: , mahāyāna yang secara harafiah
berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian
filosofi dan ajaran Sang Buddha.
Mahayana, yang dilahirkan di India. Bagi pengikut Mahayana diyakini, bahwa setiap umat
Budha hanya dapat mecapai Nirwana kalau mendapat bantuan para orang suci yang
telah mendahului mereka dan lelah menempati kedudukan baik di nirwana tersebut
Sutra Teratai merupakan
rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana.
Tokoh Kwan Im
yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokiteśvara"
merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali
dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia
diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut
sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi
setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah
menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok
sebagai seorang dewi, Penyembahan
kepada Amitabha
Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahayana.
Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka
meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak
perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk
hidup yang masih menderita di bumi.karena Mereka sendiri mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga
Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha
Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan,
kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang
paling disukai oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau
makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala
kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran
Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya, Menurut Buddha Gautama
, kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada
semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini,
aliran Buddha Mahayana
khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva (makhluk yang tekad
"committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar
dapat membantu orang lain pada jalan itu).
B.
Aliran
Hinayana
kata Hinayana. Kata Hinayana bukanlah
berasal dari bahasa Tibet, bukan berasal dari bahasa China, Inggris ataupun
Bantu, tetapi berasal dari bahasa Pali dan Sanskerta. Oleh karena itu,
satu-satunya pendekatan yang masuk akal untuk menemukan arti dari kata
tersebut, adalah mempelajari bagaimana kata hinayana di gunakan dalam kitab
pali dan di dalam bahasa sansekerta
Kata hiinayaana berasal dari 2 kata,
yaitu ”hiina” dan ”yana”. Kata ”yana” berarti kendaraan, tidak ada yang
berselisih paham mengenai kata ini. Sedangkan beberapa orang mengatakan kata
”hiina” adalah lawan dari kata ”maha”. Padahal bila kita menengok bahasa
Sanskerta maupun bahasa Pali, lawan kata dari kata ”maha” yang berarti besar
bukanlah ”hiina” tetapi kata ”cuula” yang berarti ”kecil”. Lalu apakah arti
kata ”hiina”? Kata ”hiina” sendiri berarti rendah, buruk, amoral. Hal ini dapat
dibuktikan dengan kata ”hina” dalam kosakata Indonesia yang sedikit banyak di
pengaruhi bahasa-bahasa sansekerta dan Selain itu, di dalam kitab Pali, dimana
setiap Buddhis tentu tahu kotbah pertama Sang Buddha yaitu Dhammacakkappavattana
Sutta, sebuah kotbah yang disampaikan kepada lima petapa yang menjadi lima
bhikkhu pertama, di dalamnya terdapat kata ”hiina”. Sang Buddha bersabda: ”Dua
pinggiran yang ekstrim, O para bhikkhu, yang harus dihindari oleh seseorang
bhikkhu (yang meninggalkan keduniawian). Pinggiran ekstrim pertama ialah
mengumbar napsu-napsu, kemewahan, hal yang rendah (hiina), kasar, vulgar, tidak
mulia, berbahaya...”
Mengingat bahwa sutta memiliki gaya yang
sering mengunakan kata-kata yang bersinonim, sehingga saling menguatkan dan
menjelaskan satu sama yang lain, maka dalam hal ini dapat dilihat bahwa,
kasar, vulgar, tidak mulia, berbahaya adalah sebagai definisi pelengkap
dari kata ”hiina”.Di sini Sang Buddha menunjukkan dengan jelas bahwa jalan yang
harus dihindari untuk dilatih merupakan sesuatu yang hiina.Dalam teks Pali dan
komentar lainnya, hiina sering digunakan dalam kombinasi kata hiina-majjhima-pa.niita,
yaitu : buruk – menengah – baik. Dalam konteks hiina-
majjhima-pa.niita (atau kadang hanya hiina- pa.niita), kata
”hiina” selalu digunakan sebagai suatu istilah untuk kualitas yang dihindari
seperti kebencian, keserakahan, dan kegelapan batin. Hal ini jelas bahwa kata
”hiina” berarti ”rendah, yang harus dihindari, tercela”, dan bukannya ”kecil”
atau ”kurang”.Sekarang dalam teks Sanskerta. Dalam Lalitavistara kita
dapat menemukan versi Dhammacakkappavattana Sutta, dimana kata ”hiina”
digunakan tepat seperti kutipan dalam sutta versi Pali.Dalam Mahayanasutralankara
karya Asanga, yang mewakili seluruh teks Mahayana, kita menemukan sesuatu yang
menarik bagi pertanyaan kita. Asanga mengatakan: ”Ada tiga kelompok
manusia: hiina-madhyama-vishishta…(buruk-menengah-terbaik).” Ungkapan ini
sesuai dengan teks Pali: hiina-majjhima-pa.niita, dan ini menunjukkan
bahwa umat Mahayana yang menggunakan istilah ”hinayana”, melihat ”hiina”
sebagai istilah penjelekkan (penghinaan)
Teks yang sangat menarik yaitu edisi
dari Catushparishatsutra dimana teks tersebut di tampilkan dalam 4 kolom
sejajar: terjemahan Sanskerta, Pali (Mahavagga), Tibet dan Jerman yang
berasal dari versi bahasa China. Di ini, kembali, kita menemukan Dhammacakkappavattana
Sutta. Kita telah melihat terjemahannya dalam bahasa Sankerta dan Pali.
Versi Jerman dari bahasa China mengatakan: “Erstens: Gefallen zu finden an
und anzunehmen die niedrigen und üblen Sitten der gewöhnliche Personen
..." Sedikit kurang jelas apakah kata "niedrigen"
(hina) atau "üblen" (jahat, buruk) berhubungan dengan ”hiina”. Tapi
pada akhirnya, jelas bahwa konotasi yang sangat negatif dari kata ”hiina” Dalam
kolom terjemahan bahasa Tibet, kita menemukan kata Tibet "dman-pa"
berhubungan dengan kata ”hiina” dalam bahasa Sanskerta, sesuai dengan kutipan
Jé Gampopa di atas. Dan di ini kita memiliki penyebab dari kerancuan dan
kesalahpahaman kemudian atas istilah hiiinayana. Mari kita lihat kamus
bahasa Tibet-Inggris tentang "dman-pa": Kamus Sarat Chandra Das
mengatakan : ” dman-pa: sedikit (low) mengacu pada kuantitas atau kualitas,
kecil (little)”. Kamus Jäschke bahkan lebih menjelaskan: “"dman-pa":
1. sedikit (low), mengacu pada kuantitas, kecil (little). 2. mengacu pada
kualitas: acuh tak acuh(indifferent),
Berdasarkan hal itu nampaknya kata hiina
dalam bahasa Sanskerta, tanpa diragukan lagi berarti ”kualitas rendah/buruk”
yang diterjemahkan dalam bahasa Tibet sebagai ”dman-pa” memiliki dua arti yaitu
”kualitas rendah” dan ”kuantitas sedikit”. Dan petikan dari Jé Gampopa di atas
nampaknya mengindikasikan bahwa banyak orang Tibet untuk selanjutnya membaca
pada arti yang terakhir dari kedua arti tersebut sebagai ”kapasitas sedikit”,
”kapasitas kecil”, jadi artinya mengalami distorsi dari ”kualitas rendah/buruk”
menjadi ”kuantitas sedikit ”.Dengan demikian kita melihat bahwa kerancuan
timbul dari fakta bahwa kata ”dman-pa” memiliki dua arti dalam bahasa Tibet.
Hinayana – semula berarti ”kendaraan kualitas buruk.” – yang kemudian memiliki
arti baru ”kendaraan kapasitas rendah”. Tapi hal ini berasal dari cara yang
salah. Tentu adalah sebuah kesalahan menerapkan suatu arti dalam bahasa
Tibet yang baru ke dalam bahasa Sanskerta/Pali, dan mengatakan, ”Inilah arti
dari Hinayana, karena inilah bagaimana para Guru di Tibet menjelaskannya.” Apa
yang para Guru Tibet jelaskan adalah kata ”dman-pa” dalam bahasa Tibet, bukan
kata hiina dalam bahasa Sanskerta. Oleh karena itu jelas sudah bahwa seseorang
tidak dapat menyatakan bahwa Hinayana memiliki pengertian yang ”lembut” seperti
yang diberikan oleh tradisi Tibet melalui kata ”dman-pa”. Hinayana bukanlah
bahasa Tibet, tetapi Sanskerta/Pali, dan memiliki arti yang kasar, arti yang
bersifat menghina yang tidak dapat dirubah oleh usaha perlunakkan apapun.
Di
mulai pada Sidang Agung Sangha ke-2 dimana Buddhisme terbagi menjadi 2. Di satu
sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya,
disisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin
perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan
cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut
Sthaviravada.Sidang Agung Sangha ke-3 (abad ke-3 SM), Sidang ini hanya diikuti
oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya,
dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu
yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula
Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh
sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke
Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma
di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada. Setelah Sidang Agung
Sangha ke-3, Buddhisme terdiri dari 18 aliran
yaitu:
(1)
Thera-vadino, (2) Vajjiputtaka, (3)
Mahigsasaka, (4) Dhammuttarika, (5) Bhaddayanika, (6) Channagarika, (7)
Sammitiya, (8) Sabbatthivada, (9) Dhammaguttika, (10) Kassapika, (11)
Sankantika, (12) Suttavada, (13) Mahasamghika, (14) Gokulika, (15)
Ekabyoharika, (16) Bahulika, (17) Pannatti-vada, (18) Cetiya-vada.
Banyak hal-hal yang terjadi pada masa itu di India Pusat. Di
antaranya adanya beberapa kelompok bhikkhu yang menjalankan Buddha Dhamma
secara ekstrim dengan hanya mementingkan intelektual semata dan lupa dengan hal
yang utama yaitu praktek dan pengamalan. Kemudian kelompok lain yang memegang
prinsip pengamalan mulai melakukan kritik dan menerapkan konsep bodhisatta,
namun mereka pun menjadi ekstrim sehingga menciptakan figur-figur bodhisatta.
Akhirnya antara abad ke-1 SM sampai abad ke-1 M, muncullah Saddharma
Pundarika Sutra dengan istilah Hinayana dan Mahayana. Dan sekitar abad ke-2
M, aliran Mahayana menjadi nyata dan utuh setelah Nagajurna mengembangkan
filsafat Sunyata dalam teks kecil yaitu Madhyamika-karika. Abad ke- 4 M ,
Asanga dan Vasubandhu menulis banyak karya mengenai Mahayana.Dari sejarah yang
telah di sampaikan di atas, tidak ada aliran yang bernama Hinayana pada 18
aliran Buddhsime terdahulu. Lalu siapa yang dimaksud dengan Hinayana dalam
Sutra Teratai ? Apakah Theravada ? Tidak, ketika Mahayana muncul dengan Sutra
Teratainya, Theravada yang dulunya bernama Sthaviravada telah ”hijrah” atau ”beremigrasi”
ke Sri Lanka dan ketika perdebatan Mahayana-Hinayana terjadi, sukar untuk
menghitung aliran mana yang mendominasi di India Pusat. Aliran tua yang sangat
berpengaruhi saat itu adalah Sarvastivada, jadi mungkin saja aliran ini, tapi
sukar dikatakan jika hanya aliran ini saja yang merupakan target satu-satunya
dari ejekan ”Hinayana”.
Sekarang Sarvastivada dan aliran-aliran Buddhisme lain di
India Pusat yang ada pada saat itu sudah lama mati, kecuali Theravada. Tidak
bisa dipastikan siapa sebenarnya Hinayana itu. Hinayana itu tidak ada. Hinayana
hanyalah sebuah mitos. Istilah Hinayana yang berkonotasi negatif ini hanya bisa
dipastikan sebagai suatu kritikan bahkan ejekan untuk aliran terdahulu yang
masih ada pada waktu itu yang melakukan hal yang tidak sesuai Dhamma dan Vinaya
seperti misalnya hanya mementingkan intelektual semata dan lupa dengan hal yang
utama yaitu praktek dan pengamalan. Istilah ”Hinayana” tidak lain juga
merupakan bentuk defensive kelompok Mahayana terhadap kritikan dari aliran lama
yang mengkritik umat Mahayana, khususnya mengenai penciptaan sutra-sutra baru
dan ”penempaan” sabda-sabda Sang Buddha. Demikianlah mengapa istilah Hinayana
mendapat sebutan ”miring” sebagai aliran yang mementingkan pribadi. Dan istilah
”Hinayana” ini terus berlangsung dan dipegang oleh beberapa umat Mahayana dan
Vajrayana untuk menamai aliran/sekte di luar Mahayana dan Vajrayana. Pada tahun
1950, World Fellowship of Buddhists dalam World Council di Colombo telah
menyepakati bersama bahwa istilah Hinayana harus disingkirkan dari penamaan
terhadap aliran lain. Dan sangat disayangkan jika dewasa ini masih ada yang
memegang mitos ini sampai sekarang.
Perbedaan dan persamaan
Perbedaan lain antara Mahayana dan Hinayana adalah sebagai berikut:
- Dalam memandang kenyataan dunia hinayana menggunakan realisme psikologis, sedangkan Mahayana adalah idealis, implikasinya hinayana memandang penderitaan di dunia ini adalah sebuah kesunyataan sedang Mahayana menganggap hal ini sebagai sebuah ilusi.
- Hinayana menolak adanya keberadaan yang sejati di dalam fenomena dan menolak pernyataan-pernyataan metafisika, Mahayana mnegajarkan Kemutlakan yang abadi (eternal absolute).
- Mahayana menganggap Buddha Gotama adalah guru yang merupakan manifestasi dari proyeksi yang absolut, sedangkan dalam Theravada/Hinayana beliau dianggap sebagai manusia normal yang mempunyai kekuatan lebih. Mahayana memandang Buddha adalah transenden, mutlak, dan dipuja sangat tinggi dalam Hinayana Buddha dipuja layaknya seorang guru yang membimbing ke kesucian tidak dilebih-lebihkan.
- Nibbana hanya dapat dicapai oleh usaha sendiri. Mahayana percaya bahwa nibbana dapat tercapai melalui bantuan orang luar.
- Menurut Mahayana jasa dapat ditransfer (punya parinamana) kepada orang lain, sedang hinayana tidak menyetujuinya hanya dapat menginspirasi mahkluk lain (punya anumodana).
- Menurut Hinayana Nibbana adalah tujuan tertinggi dari seseorang sedangkan Mahayana memandang kehidupan sebagai Bodhisatva adalah tujuan yang yang harus dilalui sebelum mencapai Kebuddhaan.
- Nibbana adalah kebebasan terakhir dari penderitaan sedang dalam Mahayana hal ini dimengerti sebagai kesadaran akan sesuatu yang absolut. Menurut Mahayana seseorang sudah mempunyai kehidupan kebudhaan dan secara sungguh-sungguh menyadari akan hal ini.
- Hinayana bersifat rasionalistik sedangkan Mahayana bersifat ghaib. Misalnya dalam memandang mantra Mahayana mengakui adanya hal mistis dalam mantra-mantra tetapi hinayana memandang bahwa hal itu didukung oleh banyak factor misal keyakinan, kamma, dan kebersihan bathin sehingga mantra atau paritta akan mempunyai sifat mistik.
- Dalam hal bodhisatva Mahayana mengakui bahwa Bodhisatva telah mencapai penerangan sempurna seperti Avalokitesvara Bodhisatva, dalam Hinayana Bodhisatva adalah mahkluk calon Buddha yang masih menyempurnakan paramita untuk meraih penerangan sempurna.
- Dalam Hinayana mahkluk suci ada empat macam tingkatan yaitu Sottapana, Sakadagami, Anagami, Arahat. Dalam Mahayana mahkluk suci selain empat tersebut yakni Srotapana, Sakadagamin, Anagamin, Arhat juga terdapat sepuluh tingkat kesucian yaitu Dasabhumi yaitu Pramudita, Vimala, prabhakari, Archismati, Sudurjaya, Abhimukti, Durangama, Acala, Sadhumati, Dharmamegha.
- Do`a dan ritual dalam Mahayana menjadi aspek yang dipentingkan karena dapat membimbing kepada pencerahan. Berbeda dengan Hinayana yang tidak terlalu mementingkan do`a dan ritual bahkan melekat pada ritual dan do1a akan terjerumus dalam penderitaan (Silabataparamamsa)
- Pencapaian kesucian dalam Hinayana adalah dengan melenyapkan rintangan kekotoran bathin (Kilesaavarana) sedangkan dalam Mahayana pencapaian kesucian adalah dengan melenyapkan rintangan kekotoran bathin (Klesavarana) dan rintangan pengetahuan (Jneyaavarana)
- Paramita (kesempurnaan) untuk mencapai sammasambuddha dalam Hinayana berjumlah sepuluh (dasa paramita) yaitu Dana, Sila, Nekhama, Panna, Viriya, Khanti, Sacca, Adhithana, Metta, Upekha. Dalam Mahayana paramita yang ditekankan adalah enam paramita (Sad Paramita) yaitu Dana, Cila, Ksanti, Virya, Dhyana, Prajna. Kadang-kadang menjadi dasa paramita ditambah dengan Upaya-Kausalya, Pranidhana, Bala, Jnana. Penekanan pelaksanaan paramita Mahayana berdasarkan atas Karuna dan Prajna.
- Kilesa menurut Hinayana ada sepuluh yaitu Lobha, Dosa, Mana, Dithi, Vicchikicha, Thinamidha, uddhacca, Ahirika, dan Anotappa. Menurut Mahayana ada enam yaitu Raga, Pratigha, Mana, Avidya, Kudrasti, Vicikitsa.
persamaan yang mencolok di antara ajaran itu adalah
sebagai berikut :
1. Mengakui Buddha Sakyamuni
sebagai guru agung yang telah tercerahkan.
2. Bersumber pada kitab Suci
Tipitaka (Pali=Hinayana) atau Tripitaka (Sanskrit=Mahayana).
3. Mengakui bahwa keberadaan
suatu individu adalah penderitaan dan menginginkan terbebas dari penderitaan
ini.
4. Kebebasan hanya tercapai
jika telah melenyapkan Lobha/raga, dosa/dvesa dan Moha.
5. Mengakui hukum karma/kamma
yaitu hukum perbuatan siapa yang berbuat dia yang akan menerima buah akibatnya.
Percaya pada kelahiran kembali yang sangat dekat dengan hokum karma yaitu ia
yang berbuat baik akan terlahir di alam yang bahagia demikian sebaliknya.
6. Mengakui adanya hukum
sebab-musabab yang saling bergantungnan
7. Mengakui Empat Kesunyataan
Mulia sebagai doktrin Buddha yang benar dan mulia.
8. Mengakui anicca/ksanika,
dukkha/santana, dan anatta/anatmakam.
9. mengakui 37
Bodhipaksyadhamma/Bodhipakiyadhamma
10. Mengakui bahwa dunia ini tiada
permulaan atau awal begitu pula akhirnya.
Kesimpulan
Mahayana dan Hinayana agama Buddha terpecah menjadi dua
yaitu golongan Sthawirawada dan golongan Mahasangghika. Seorang raja yang yang
terkenal sebagai pelindung Buddha adalah Kaniska ingin menyatukan Buddha dengan
dilangsungkanya Muktamar di Jalandara, tetapi yang berkumpul hanyalah mereka
dari golongan Mahasangghika. Dengan tidak datangnya golongan Sthawiwarada
memperlihatkan Perbedaan antara golongan golongan Sthawirawada dan golongan
Mahasangghika yang sudah sedemikian lebar, sehingga masing-masing telah
menempuh jalan sendiri dan mengalami perkembangan sendiri pula. aliran
Mahasangghika, sehingga kini menjadi bentuk baru yang memakai nama Mahayana
sebagai lawan yang tegas dari golongan Sthawirawada yang mereka sebut Hinayana.
Bagi pengikut Mahayana diyakini, bahwa setiap umat Budha hanya dapat
mecapai Nirwana kalau mendapat bantuan para orang suci yang telah mendahului
mereka dan lelah menempati kedudukan baik di nirwana tersebut. Sedangkan
Hinayana, bagi aliran Hinayana beranggapan bahwa keberhasilan umat Buddha dalam
mencapai nirwana hanya dengan usaha sendiri, tanpa bantuan dari pihak luar
manapun. Dalam pelaksanaan antara Mahayana dan Hinayana terdapat persamaan dan
perbedaan. Persamaannya yaitu mengakui bahwa Buddha adalah tuhan mereka dan
Bersumber pada kitab Suci Tipitaka. Sedangkan perbedaannya 1. Keanggautaan
Sanggha; 2. Cita-cita dan tujuan terakhir; 3. pantheon (masyarakat dewa).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Stokes,
Gillian. 2000. Seri Siapa Dia
“Buddha”. Jakarta:Erlangga
2.
Soekmono,
R. 2002. Pengantar Sejarah Kebudayaan
Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius Su’ud, Abu. 2006. Asia Selatan.
Semarang:
3.
The Myth of Hinayana - Kare A. Lie
4.
Theravada - Mahayana Buddhism - Ven. Dr. W. Rahul
5.
Two Main Schools of Buddhism – Ven.
K.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar