I.
Keyakinan Terhadap Nibbana
a.
Pengertian Nibbana dan sifat-sifat Nibbana
Nibbana bukan
suatu tempat ataupun semacam surga dimana roh kekal berada. Nibbana adalah
suatu keadaan yang bergantung pada diri kita sendiri. Nibbana merupakan suatu
pencapaian ( Dhamma ) yang berada dalam
jangkauan semua orang. Nibbana merupakan suatu keadaan di atas keduniawian ( lokuttara
) yang dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini juga. Agama
Buddha tidak mengajarkan bahwa tujuan akhir ini hanya dapat dicapai dalam
kehidupan di alam lain. Di sinilah terletak perbedaan pokok antara konsep
Buddhis tentang Nibbana dan konsep non – Buddhis tentang surga kekal yang hanya
dapat dicapai setelah kematian atau bersatu dengan Tuhan atau Zat Agung pada
kehidupan setelah mati. Apabila Nibbana dicapai dalam kehidupan sekarang ini,
sewaktu masih hidup, itu disebut Sa – upadisesa Nibbanadhatu. Bila
seorang Arahat wafat, setelah kehancuran tubuhnya, tanpa adanya sisa kehidupan
fisik, itu disebut Anupadisesa Nibbanadhatu. Dari
sudut pandangan metafisik, Nibbana merupakan kebebasan dari penderitaan. Dari
sudut pandangan psikologis, Nibbana adalah penghancuran egoisme. Dari sudut
pandangan etika, Nibbana adalah penghancuran keserakahan, kebencian dan
kebodohan.[1]
b.
Jalan
Untuk mencapai Nibbana (delapan ruas jalan tengah)
Bagaimana caranya untuk mencapai Nibbana ? Dengan
melaksanakan Delapan Faktor Jalan Utama , yaitu : Pengertian
benar ( samma – ditthi ), Pikiran benar ( samma – sankappa ),
Ucapan benar ( samma – vaca ), Perbuatan benar ( samma – kammanta ),
Penghidupan benar ( samma – ajiva ), Usaha benar ( samma – vayama ),
Perhatian benar ( samma – sati ), Konsentrasi benar ( samma –
samadhi ).
Pengertian benar yang
merupakan kunci utama agama Buddha, mencakup pengetahuan tentang Empat
Kebenaran Mulia . Mengerti dengan benar berarti memahami segala
sesuatu sebagaimana adanya, bukan sebagaimana nampaknya. Pada pokoknya ini
menyatakan pengertian benar terhadap diri sendiri, karena seperti tertulis di
dalam Rohitassa Sutta : “ Empat Kebenaran Mulia tergantung
pada tubuh ini yang panjangnya dua depa beserta kesadarannya “. Dalam
melaksanakan Delapan Faktor Jalan Utama , Pengertian Benar
berada pada permulaan serta pada akhirnya. Tingkat minimal Pengertian Benar
amat diperlukan pada permulaan karena hal itu memberi motivasi serta arah yang
benar kepada tujuh faktor Jalan Utama lainnya. Pada tingkat akhir pelaksanaan
pengertian benar masak menjadi kebijaksanaan pandangan terang sempurna ( vipassana
panna ), yang langsung membawa kepada tingkat – tingkat
kesucian.Pengertian benar mengakibatkan pemikiran benar .
Karena itu, faktor kedua dari jalan utama ini ( Samma – sankkappa ),
mempunyai dua tujuan : melenyapkan pikiran – pikiran jahat dan mengembangkan
pikiran – pikiran baik.
[1] Wahyono Mulyadi. 2002. Pokok-Pokok
Dasar Agama Buddha. Jakarta: Departemen Agama RI Proyek Peningkatan
Pendidikan Agama Buddha Di perguruan Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar